Dibelahan dunia mana saja, pasangan suami istri pasti akan sangat mendambakan anak, Kehamilan istri tercinta menjadi pertanda bahagia. Begitu juga dengan Eeng Guanda, (25) ibu muda asal Nagari Salayo Kecamatan Kubung Kabupaten Solok yang menikah sejak beberapa bulan lalu.
Namun kecemasan mulai muncul, diusia kehamilan lebih kurang 4 bulan. Istri Primaha Genta ini mengalami masalah pada jabang bayinya. Mau tak mau Rumah Sakit Umum menjadi pilihan dalam menjawab persoalan tersebut.
“Saya langsung bawa istri ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Solok , apalagi kita peserta BPJS KIS jadi agak terbantu juga,” ujar Primaha Genta yang akrab dipanggil Genta, Selasa (20/9) dikediamannya.
Namun pilihan itu adalah awal petaka bagi keluarga baru ini. Senin 17 September 2016 dengan harapan semuanya baik baik saja Genta membawa istri kerumah sakit milik Pemerintah Provinsi Sumatera Barat tersebut sekitar pukul 11.00 wib.
Usai mendaftar dan melengkapi persyaratan. Sang istri langsung dibawa keruangan Ultra Sono Grafi (USG) untul melakukan pengecekan kondisi kandungan dengan didampingi tiga orang dokter Koas.
Namun bak petir menggelegar disiang hari, dokter koas menyatakan sang jabang bayi meninggal dalam kandungan. Untuk memastikan, dokter muda tersebut konsultasi dengan seniornya yang dibilang sudah dokter ahli.
“Kata mereka bayi saya meninggal, sontak saya panik,” terang Genta menceritakan Kronologis kejadian tersebut.
Terpaksa divonis mengalami keguguran, sang istri terpaksa rawat inap untuk menjalani operasi, namun sang suami heran, usai dibawa keruangan kandungan, tidak ada tindakan sama sekali yang dilakukan dokter hingga malam. Sampai jam 21.00 wib tak ada tindakan yang dilakukan dokter.
Penasaran dan tak tahu apa yang akan diperbuat, Genta menanyakan hal tersebut pada dokter Koas yang piket, dengan ketus mereka menjawab “nanti”.
Tak lama berselang, menurut Genta sang istri diberi obat pengugur kandungan karena sang istri akan dikuret untuk mengeluarkan sisa sisa jabang bayi yang masih ada dalam rahim. Penasaran dengan pemberian obat tersebut, sang suami menanyakan kepada dokter.
“Setahu saya, Gastrul adalah obat pengugur kandungan, kalau istri saya mau di Korek ngapain dikasih obat itu, maka saya tanya sama dokter Koas karena ingin tahu” urai PG.
Rupanya hal tersebut memancing emosi dokter Ribeldi Bimantara yang merupakan dokter yang akan menangani proses operasi sang istri. Gertak pun dipanggil dan “digertak”. Bahkan terlontar dari mulut sang dokter kata kata mengusir.
“Kalau saudara tidak percaya dengan pihak rumah sakit, silahkan bawa istri anda ketempat lain,” tutur genta menirukan ucapan sang dokter.
Karena sang istri sudah meminum obat dan takut tak ada rumah sakit lain yang mau menampung sang istri, terpaksa Genta hanya manut. Esok hari sekitar pukul 04 dinihari, reaksi obat muncul dan jabang bayi keluar dari tubuh istrinya.
Namun bukannya langsung mengambil tindakan, para dokter Koas malah memotret motret kejadian tersebut. “Seolah istri saya jadi percobaan,” ujar Genta dengan nada sedih.
Ternyata itu bukan akhir penderitaan sang istri, pasca melahirkan ibu muda tersebut akan dikuret dan sesuai SOP katanya 6 jam sebelum operasi pasien harus sudah puasa.Tetapi ternyata ada dokter Koas yang memberikan minum.
Sekitar pukul 07.30 wib, Pasien masuk dalam kamar operasi. Namun sang suami terkejut karena sang istri berteriak teriak minta tolong. Seketika Genta langsung mendobrak pintu ruang operasi.
Ternyata pekik sang istri dipicu oleh petugas yang “memukul” kepala sang istri beberapa kali saat menanyakan kapan terakhir kali minum air pasca melahirkan.
“Mana pula istri saya tahu kapan minum terakhir, kan yang memberi minum itu petugas, karena hal itu istri saya dipaksa dan mengalami kekerasan fisik dan mental,” beber Genta.
Tak mau berlanjut dan sang istri dalam keadaan trauma, tak lama berselang Genta membawa sang istri ke salah satu rumah sakit lainnya untuk ditangani. Beruntung istrinya bisa diselamatkan pasca mengalami pendarahan hebat.
“Ini pengalaman pahit bagi saya, hingga kini istri saya sangat trauma melihat pakaian putih-putih yang identik dengan pakaian dokter,” ungkap, Genta.
Sementara itu, Dirut RSUD Solok dr. Ernoviana saat dikonfirmasi melalui telpon selulernya, Selasa (20/9) oleh media ini, mengaku tidak mengetahui kejadian itu. Ia berjanji akan menindak kalau memang itu kesalahan bawahannya.
“Kalau sudah sampai pada kekerasan fisik dan mental, itu sudah kelewatan, gak bisa dibiarkan itu,” ujar, Ernoviana..
0 Komentar untuk "BPJS KIS Kembali Mendapat Sorotan. Peserta BPJS KIS Alami Kekerasan Fisik Dan Metal Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)."